Pandangan Hukum Puasa bagi Ibu Hamil Menurut Islam
Penjelasan dari berbagai mazhab mengenai hukum puasa Ramadhan untuk para ibu hamil.

Pandangan Hukum Puasa bagi Ibu Hamil Menurut Islam

Diposting pada

Bagaimana penjelasan mengenai hukum puasa untuk wanita yang sedang mengandung? Selama bulan Ramadan, menjalankan puasa menjadi tanggung jawab bagi seluruh Muslim yang harus dilakukan selama satu bulan tanpa henti.

Menurut ajaran Islam, hukum puasa bagi ibu hamil pada dasarnya tidak diharuskan. Ini dijelaskan dalam buku Majelis Ramadhan yang ditulis oleh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, di mana terdapat sebuah hadis dari Anas bin Malik al-Ka’bai r.a., yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah telah menggugurkan separuh sholat bagi musafir serta mencabut kewajiban puasa bagi musafir, wanita menyusui, dan wanita hamil.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

 

Ibu yang sedang mengandung diperbolehkan untuk menjalankan puasa wajib jika ia merasa yakin dan telah berkonsultasi dengan dokter.

Apabila ada kekhawatiran terhadap kesehatan dirinya atau janinnya, maka ia diizinkan untuk tidak berpuasa.

Bagi ibu hamil yang melewatkan puasa selama bulan Ramadan, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan.

 

Hukum Puasa bagi Ibu Hamil

Meski begitu, dalam buku Fikih Empat Madzhab Jilid 2 yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, terdapat variasi penjelasan dari setiap madzhab mengenai hukum puasa bagi ibu hamil.

Berikut adalah penjelasannya.

 

Pandangan Hukum Puasa bagi Ibu Hamil Menurut Islam
Saat ibu hamil merasa khawatir akan kesehatannya jika berpuasa maka ia dibolehkan untuk tidak berpuasa.

1. Madzhab Maliki

Hukum puasa dalam madzhab Maliki, wanita yang sedang hamil atau menyusui, baik itu ibu biologis anak yang disusuinya atau bukan, jika merasa khawatir akan kesehatannya jika berpuasa, baik khawatiran tersebut disebabkan oleh dirinya sendiri, anak yang disusuinya, atau keduanya, maka ia dibolehkan untuk tidak berpuasa.

Namun, ibu hamil dan menyusui yang tidak puasa tetap diwajibkan mengganti puasa tersebut. Bagi ibu menyusui, selain wajib mengganti puasa, ia juga harus membayar fidyah.

Jika puasa dapat membahayakan keselamatannya atau mengakibatkan risiko besar bagi dirinya atau anaknya, maka ia tidak hanya diizinkan untuk tidak berpuasa, tetapi diwajibkan untuk tidak melakukannya.

 

2. Madzhab Hanafi

Di sisi lain, hukum puasa menurut madzhab Hanafi, jika wanita hamil atau menyusui merasa takut akan dampak negatif dari puasa, ia diizinkan untuk tidak berpuasa.

Entah khawatiran tersebut berhubungan dengan dirinya sendiri, anaknya, atau keduanya. Namun, bagi ibu hamil dan menyusui yang tidak berpuasa menurut madzhab ini tidak diwajibkan membayar fidyah, hanya perlu mengganti puasanya.

Mengganti puasa pun tidak perlu dilakukan secara berurutan.

 

3. Madzhab Hambali

Hukum puasa alam madzhab Hambali, ibu yang sedang hamil atau menyusui diperkenankan untuk tidak berpuasa jika ada takut akan hal-hal buruk terjadi baik untuk dirinya maupun anaknya.

Ibu yang tidak berpuasa diharuskan untuk mengganti puasa, tetapi tidak perlu membayar fidyah. Jika hanya ada kekhawatiran terhadap anaknya, ia wajib mengganti puasa dan membayar fidyah.

Jika seorang ibu bisa membayar wanita lain untuk menyusui anaknya, sebaiknya ia mempercayakan anaknya kepada wanita tersebut dengan imbalan agar dapat tetap menjalankan puasa.

 

4. Madzhab Syafi’i

Sesuai dengan hukum puasa madzhab Syafi’i, ibu hamil atau menyusui yang memiliki kekhawatiran akan efek negatif dari puasa, baik untuk dirinya, anaknya, atau keduanya, harus tidak berpuasa.

Madzhab ini mewajibkan ibu hamil dan menyusui yang melewatkan puasa untuk menggantinya di lain waktu, tanpa membayar fidyah, terkecuali jika hanya ada kekhawatiran terhadap anaknya.

 

Panduan Mengganti Puasa bagi Ibu Hamil

Merujuk pada kitab Ihya Ulumiddin 2 oleh Imam Al-Ghazali, cara mengganti puasa bagi ibu hamil mirip dengan cara mengganti puasa pada umumnya, yaitu mengganti puasa yang tidak dilaksanakan.

Mengganti puasa dilakukan di luar bulan Ramadan sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan. Dalam mengganti puasa, tidak ada kewajiban untuk melakukannya secara berurutan.

 

Diperbolehkan untuk menunda puasa ke hari-hari lain, asalkan dapat dilaksanakan sebelum datangnya bulan Ramadan di tahun berikutnya.

Beberapa madzhab berpendapat bahwa wanita yang sedang hamil atau menyusui anaknya tidak mampu menjalankan puasa karena khawatir akan kesehatan anak, sehingga mereka juga diharuskan untuk membayar fidyah.

Fidyah dapat dibayarkan dengan memberikan satu mud (sekitar enam ons) beras kepada seorang fakir miskin untuk setiap hari puasa yang tidak dilakukan.

 

Pembayaran fidyah dapat dilakukan baik selama bulan Ramadan maupun setelahnya. Dengan kata lain, wanita hamil tidak diwajibkan berpuasa menurut hukum Islam jika ada alasan kekhawatiran.

Namun, wanita hamil yang tidak melaksanakan puasa wajib tetap berkewajiban untuk mengganti puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya.

Itulah dia penjelasan dari berbagai mazhab mengenai hukum puasa Ramadhan untuk para ibu hamil. Semoga bermanfaat!